Pesantren Terpadu Ulul
Abshor
MEMAHAMI DAN
MENDALAMI
ILMU
Mukhadimah
Banyaknya rutinitas kita sehari-hari sering menjadi alasan
bagi kita malas untuk menuntut ilmu. Disisi lain kalau kita perhatikan kondisi
kita saat ini, mungkin nyaris sama dengan keadaan kita satu atau dua tahun yang
lalu. Dari sisi hafalan misalnya. Tahun lalu, berapa juz dari al-Qur’an yang
kita hafal, berapa pula hadits yang masih kita ingat, berapa buku yang telah
kita baca. Lalu bandingkan dengan tahun ini, adakah perkembangan yang berarti?
Tentu, jawabannya sangat bervariasi antara satu dengan yang lain.
Lalu sesibuk apakah kita? Sebelum mencari solusi, kita patut menengok kembali
aktivitas harian kita. Benarkah kita betul-betul sibuk sehingga tak ada waktu
lagi untuk menghafal, membaca buku atau menghadiri majelis ilmu? Karena tidak
sedikit di antara kita yang beralasan sibuk, tapi masih sempat nongkrong di
depan TV berjam-jam, mampu berlama-lama di depan internet, tidur lebih dari 6
jam sehari, atau malah lebih banyak membuang waktu Bsia-sia.
Dengan waktu 24 jam sehari,
sesungguhnya amat banyak aktivitas yang bisa kita kerjakan. Para ulama dahulu,
mereka juga memiliki kebutuhan hidup seperti kita. Mereka bekerja mencari
makan, mendidik anak, juga hidup bermasyarakat, tapi tetap bisa berkembang
potensi ilmu dan amalnya, padahal sehari yang mereka alami sama dengan kita,
24 jam juga.
Maka pada edisi kali ini
kami akan menghadirkan ulasan materi yang disampaikan oleh Ustadz Muhammad Elvi
Syam, Lc. MA –hafizhullah Ta’ala- dalam pembahasan makalah Syekh Shadi Muhammad
bin Salim An-Nu’man, “Menuntut Ilmu di Zaman Kesibukan” pada Tabligh Akbar beberapa
waktu yang lalu, sebagai berikut :
Keutamaan Ilmu
Ilmu merupakan sesuatu yang
sangat penting dalam kehidupan ini, setiap waktu manusia membutuhkan ilmu untuk
menjalani hidupnya. Dengan ilmu manusia bisa membedakan mana yang hak dan mana
yang batil, dengan ilmu pula manusia bisa membedakan mana yang ibadah dan mana
yang bukan ibadah, mana yang syirik dan mana yang tauhid, mana yang sunnah dan
mana yang bid’ah, mana yang di atas keta’atan dan mana yang di atas kemaksiatan
dan kebodohan adalah sebaliknya. Oleh karenanya Islam sangat menganjurkan
umatnya untuk menuntut ilmu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim” (HR. Ibnu Majah) Hadits Shahih ini
menjelaskan dengan tegas kewajiban menuntut ilmu bagi setiap muslim. Dalam
riwayat lain disebutkan, “Dari Abu Darda` radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa
menempuh suatu jalan yang padanya dia mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan
dia menempuh jalan dari jalan-jalan (menuju) jannah, dan sesungguhnya para
malaikat benar-benar akan meletakkan sayap-sayapnya untuk penuntut ilmu, dan
sesungguhnya seorang penuntut ilmu akan dimintakan ampun untuknya oleh
makhluk-makhluk Allah yang di langit dan yang di bumi, sampai ikan yang ada di
tengah lautan pun memintakan ampun untuknya. Dan sesungguhnya keutamaan seorang
yang berilmu atas seorang yang ahli ibadah adalah seperti keutamaan bulan pada
malam purnama atas seluruh bintang, dan sesungguhnya ulama adalah pewaris para
Nabi, dan para Nabi tidaklah mewariskan dinar ataupun dirham, akan tetapi
mereka hanyalah mewariskan ilmu, maka barangsiapa yang mengambilnya maka
sungguh dia telah mengambil bagian yang sangat banyak.” (HR. Abu Dawud no.3641,
At-Tirmidziy no.2683, dan isnadnya hasan, lihat Jaami’ul Ushuul 8/6)
Berdasarkan hadits ini,
dapat kita ambil beberapa faedah :
1. Para penuntut ilmu akan
Allah mudahkan jalannya menuju Surga.
2. Para malaikat meletakkan
sayap-sayapnya untuk para penuntut ilmu, dan akan dimintakan ampun untuknya
oleh makhluk-makhluk Allah yang di langit dan yang di bumi, sampai ikan yang
ada di tengah lautanpun memintakan ampun untuknya
3. Keutamaan seorang
yang berilmu atas seorang yang ahli ibadah adalah seperti keutamaan bulan pada
malam purnama atas seluruh bintang-bintang.
4. Ulama adalah pewaris para
Nabi. “Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar ataupun dirham (harta)
akan tetapi mereka mewariskan ilmu. Barang siapa mengambilnya maka sungguh ia
telah mendapatkan bagian yang sangat banyak.”
5. Seorang yang berilmu
adalah cahaya yang menjadi petunjuk bagi manusia dalam urusan agama maupun
dunia, bila seorang ulama meninggal maka itu adalah musibah yang dialami kaum
muslimin. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak mengangkat ilmu secara
langsung dari hati hamba-hambanya akan tetapi Allah mengangkat ilmu dengan
mewafatkan para ulama, sehingga ketika Allah tidak lagi menyisakan ulama,
jadilah manusia mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh sebagai ulama, mereka
bertanya kepadanya dan ia pun menjawab tanpa ilmu sehingga ia sesat dan
menyesatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
6. Rasulullah berdoa kepada
Allah agar ditambahkan ilmu agama. Cukuplah kemuliaan bagi ilmu dengan Allah
ta’ala memerintahkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai Nabi
pilihan untuk berdoa meminta tambahan ilmu, bukan meminta tambahan harta atau
yang selainnya dari perkara dunia, Allah ta’ala berfirman, “Katakanlah (wahai
Muhammad), “Wahai Rabbku, tambahkanlah ilmu bagiku.” (QS. Thaha: 114)
Pentingnya Mengamalkan Ilmu
Sesungguhnya ilmu tidak
dicari kecuali untuk diamalkan yaitu mengaplikasikan ilmu tersebut menjadi
sebuah perilaku nyata yang tercermin dalam setiap tindak tanduk dan pemikiran
seorang manusia. Di dalam nash-nash syariat terdapat kewajiban mengamalkam ilmu
dan ancaman bagi orang yang tidak mengamalkan ilmunya. Sebagaimana Allah Taala
berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, kenapa kalian mengatakan apa yang
tidak kalian kerjakan. Sungguh besar kemurkaan di sisi Allah karena kalian
mengatakan apa-apa yang tidak kalian kerjakan.” (QS. Ash Shaff : 2-3)
Di dalam Shahih Bukhari dan
Muslim diriwayatkan dari Usamah bin Zaid, dia berkata, “Aku pernah mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pada hari kiamat nanti akan
ada seseorang yang didatangkan kemudian dilemparkan ke dalam neraka. Isi
perutnya terburai, sehingga ia berputar-putar sebagaimana berputarnya keledai
yang menggerakkan penggilingan. Penduduk neraka pun berkumpul mengerumuninya.
Mereka bertanya, ‘Wahai fulan, apakah yang terjadi pada dirimu? Bukankah dahulu
engkau memerintahkan kami untuk berbuat kebaikan dan melarang kami dari kemungkaran?’.
Dia menjawab, ‘Dahulu aku memerintahkan kalian berbuat baik akan tetapi aku
tidak mengerjakannya. Dan aku melarang kemungkaran sedangkan aku sendiri justru
melakukannya’.”
Imam Ibnul Qayyim
mengatakan, “Jihad melawan hawa nafsu memiliki empat tingkatan: Pertama:
Hendaklah seseorang berusaha sekuat tenaga melatih dirinya untuk
mempelajari petunjuk (ilmu yang bermanfaat) dan agama yang benar (amal shalih).
Seseorang tidak akan mencapai kesuksesan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat
kecuali dengannya.
Kedua: Hendaklah seseorang
berusaha sekuat tenaga melatih dirinya untuk mengamalkan ilmu setelah
mengetahuinya.
Ketiga: Hendaklah seseorang
berusaha sekuat tenaga melatih dirinya untuk mendakwahkan ilmu dan
mengajarkannya kepada orang yang belum mengetahuinya.
Keempat: Hendaklah seseorang
berusaha sekuat tenaga melatih dirinya untuk sabar dalam berdakwah kepada Allah
Ta’ala dan sabar terhadap gangguan manusia. Dia menanggung kesulitan-kesulitan
dakwah itu semata-mata karena Allah. Zaadul Ma’aad fii Hadyi Khairil ‘Ibaad
(III/10).
Menuntut Ilmu di
Tengah-tengah kesibukan
Setelah kita mengetahui
keutamaan ilmu dan pentingnya menuntut ilmu dan beramal dengannya, maka apakah
kesibukan masih menghalangi kita? Taruhlah kita benar-benar sibuk, ini bukan
berarti kita boleh pamit dari menuntut ilmu syar’i. Apalagi ilmu yang bersifat
fardhu ain. Sudah semestinya kita meluangkan waktu khusus untuk menuntut ilmu,
Paling tidak, ada waktu satu atau dua jam yang kita luangkan setiap satu pekan
untuk menghadiri majelis ilmu. Sebab Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam
bersabda, “Sesungguhnya ilmu itu didapat dengan belajar.” (HR Bukhari) Dan
untuk belajar tentu membutuhkan waktu yang tidak sedikit, maka tuntutlah ilmu
meskipun di tengah-tengah kesibukan kita.
Berikut Nasehat Syekh Shadi
dalam makalahnya :
Pertama : “Tidak adanya waktu yang lapang bukan
bermakna kita tidak menuntut ilmu”
Kebanyakan dari orang-orang
yang mencintai ilmu, akan tetapi lalai dalam menuntutnya, mereka berdalih
karena kesibukan kerja, ketahuilah!! sibuk dalam kerja bukan berarti terhalang
untuk menuntut ilmu. Lihatlah bagaimana para shahabat dan ulama salaf
dalam menambah ilmu.
Ketekunan sahabat Abdullah
bin Mas’ud. Ia hampir tidak pernah tertinggal dari kegiatan Rasulullah
shallallahu ‘alihi wasallam, dalam berbagai keadaan. ketekunan Umar bin
Khathtab yang disibukkan dengan perdagangan tidaklah lepas kesungguhannya untuk
terus mempelajari ilmu dari Rasulullah. Ia bergantian dengan sahabat Anshor
Bani Umayyah bin Zaid mendatangi majelisnya Nabi. Dan banyak lagi para
sahabat yang mereka habiskan hidupnya untuk imu dan menuntut ilamu walaupun
mereka dalam kondisi sangat sibuk seperti Abu Bakar, Utsman dan Abdurrahman bin
Auf (Radhiyallahu ‘anhu) mereka adalah orang orang yang sukses dalam bekerja
(berdagang), namun tidak lupa menuntut ilmu kepada Rasulullah Shallallahu
‘alahi wa Sallam.
Begitupun para ulama salaf,
“Sa’id bin Al Mussyayyib -rahimahullah- pernah berjalan berhari-hari dan
bermalam untuk mencari satu buah hadits. Imam Malik bin Anas -rahimahullah-
sangat cintanya kepada ilmu syar’i, hingga ia rela menjual sebagian atap kayu
rumahnya untuk bekal menuntut ilmu. Imam Yahya bin Ma’in -rahimahullah- seorang
ulama yang telah mencapai puncak ilmu hadits hingga dikenal sebagai Imam Jarh wa
Ta’dil, beliau menghabiskan uang warisan ayahnya sebesar 1 Juta Dirham untuk
mencari hadits hingga tidak ada lagi harta yang dia miliki selain sandal yang
dia pakai. Imam Al Bukhari -rahimahullah- pergi menemui para ahli hadits yang
ada dibeberapa negeri: Khurasan, Iraq , Mesir, Syam , Hijaz dan lainnya, Beliau
berkata,” Aku belajar kepada 1000 syaikh dari kalangan ulama, bahkan lebih. Aku
tidak memiliki satu hadits pun kecuali kusebutkan Sanadnya.
Imam Abu Hanifah adalah
seorang ulama fiqih, bersamaan dengan itu beliau tetap bekerja. Beliau memiliki
perusahaan kain di rumahnya. Beliau menjadi orang yang kaya raya. Imam Abdullah
Ibnul Mubarak adalah Imam ahli hadits di negeri Khurasan. Beliau terkenal
sebagai imam dalam masalah hadits, fiqih, wara’. Beliau adalah seorang
pedagang.
Imam Ibnu Hubairah adalah
seorang menteri di suatu kerajaan. Walaupun seorang menteri yang sangat sibuk
tetapi beliau tetap bersemangat menuntut ilmu sampai menjadi ulama. Beliau
mendatangi ulama dan mengumpulkan kitab. Imam adz-Dzahabi mengatakan bahwa Imam
Ibnu Hubairah bersemangat dalam mengumpulkan ilmu dan menulis. Beliau
menggabungkan antara menuntut ilmu dan bekerja.
Imam Hamzah Al-Zayyad
dikenal sebagai seorang imam dalam bacaan al-Qur’an. Pekerjaan beliau adalah
berdagang minyak. Beliau membeli minyak di Kufah dan menjualnya di Mesir. Imam
Ya’qub bin Sufyan al-Fasawi adalah seorang Imam dalam hadits. Beliau belajar di
siang hari dan bekerja di malam hari. Beliau bekerja sebagai penulis naskah
(tukang catat naskah). Di zaman dahulu mesin percetakan buku belum ada. Maka
pada masa itu jika seseorang ingin sebuah buku, maka dicatat oleh tukang catat.
Imam al-Marwazi beliau
adalah ulama madzhab Syafi’i dan memiliki tulisan yang banyak. Beliau bekerja
sebagai tukang kunci (gembok). Imam Nawawi adalah penulis kitab Riyadhush
Shalihin. Seorang imam yang terkenal. Beliau bekerja membantu orang tuanya
menjaga warung kecil.
Dan Al-Imam Muhammad
Nashiruddin al-Albani beliau adalah seorang ahli hadits pada zaman ini. Pada
masa mudanya adalah seorang tukang kayu. Kemudian beliau bekerja sebagai tukang
jam. Dan membuka toko perbaikan jam. Jika tidak ada pengunjung toko, maka
beliau menyibukkan diri dengan belajar.
Kedua: “Mesti kita memanfaatkan waktu”
Yaitu harus pandai
memanfaatkan waktu karena ilmu tidak akan bisa didapatkan tanpa adanya usaha.
Jangan sampai lalai dengan waktu karena kebanyakan manusia lengah akan dua
nikmat yaitu nikmat sehat dan nikmat waktu. Ibnu Mas’ud sangat menyesal jika
dalam satu hari tidak dilaluinya dengan sesuatu yang berfaedah (ilmu).
Al-Qadhi al-Hanafi, dia
bangkit dari sakit saat mnghadapi maut dan membahas permasalahan fikih. Ibnu
Jarir at-thabary, saat sakit mnghadapi kematianpun tetap bangkit membahas ilmu.
Ubaid bin Yais, memerintahkan saudarinya untuk menyuapinya makan dan dia tetap
menuliskan ilmu.
Ketahuilah!! Penuntut ilmu
jika mampu memanfaatkan waktunya dengan sebaik-baiknya, maka dia akan banyak
mendapatkan ilmu ketimbang penuntut ilmu yang tidak bisa mempergunakan waktunya
dengan baik. Disaat pergi ke kantor dan menemui kemacetan, jangan mengeluh tapi
keluarkanlah buku lalu bacalah atau dengarkanlah kajian Islam. Sambil menunggui
toko cobalah untuk menghafal Al-Quran. Sambil di atas angkot, hafalkanlah
hadits-hadits Rasulullah dsb.
Ketiga : “Jadilah orang yang memiliki
antusias yang tinggi dalam menuntut ilmu”
Kebanyakan manusia lemah
semangatnya mempelajari ilmu agama, Ketahuilah, Jika penuntut ilmu semangat dan
antusias menuntut ilmu maka Allah akan memberikan hidayah taufik kepadanya dan
memudahkan urusannya.
Imam
Adi bin Hatim ar-Razi, hampir mati kehausan dalam perjalanannya menuntut ilmu.
Imam Bukhari bangun tengah malam 21 kali karena ingin mengulangi ilmunya, Para
Aimmah mengorbankan seluruh harta, jiwa dan raganya untuk bersemangat di dalam
menunut ilmu. Dengan semangat itulah nanti dia akan bisa mengatur waktunya.
Keempat : “Buatlah program yang benar dalam
menuntut ilmu”
Banyak ditemukan penuntut
ilmu yang menghabiskan waktunya bertahun-tahun untuk menuntut ilmu akan tetapi
tidak ada yang didapatkannya. Maka hendaklah penuntut ilmu membuat program yang
jelas dalam menuntut ilmu.
Kelima: “Jika kita memiliki waktu yang sangat sempit”
maka mulailah dengan pembahasan yang paling penting, pokok-pokok dasar agama,
akidah, ibadah, rukun iman, rukun islam, shalat, zakat, puasa, dan hukum-hukum
syar’i yang berhubungan dengan pekerjaan kita. Sebagai contoh : jika seorang
pedagang maka pahamilah hukum akad jual-beli, sewa menyewa, pinjam-meminjam.
Keenam: “kerja bebas lebih afdhol daripada kerja
yang terikat”
Jika penuntut ilmu mampu
bekerja mandiri (wirausahawan) maka itu lebih baik baginya ketimbang bekerja
terikat dengan orang. Karena ia bisa mengatur waktunya denyan baik tanpa
mengganggu pekejaannya.
Ketujuh: “Pintar Memanfaatkan Teknologi”
Kita hidup pada zaman dimana
faktor-faktor yang menunjang penuntut ilmu sangat banyak sekali. Akan tetapi
masih lemahnya semangat dan cita-cita penuntut ilmu sehimgga tidak bisa
memanfaatkannya dengan baik.
Kedelapan: “Mengadakan daurah atau pelatihan intensif”
Seorang penuntut ilmu yang
jenius dan mampu serius mengikuti daurah atau pelatihan yang pendek itu, maka
dia akan banyak mendapatkan faidah ilmu yang banyak dalam waktu yang relatif
singkat.
Kesembilan: jadilah sebagai
da’i yang mengajak ke Jalan Allah dimanapun kita berada/bekerja
Kesepuluh: Bagi orang kaya
yang mampu dari kaum muslimin, berikanlah bantuan kepada para penuntut ilmu
agar dia bisa menuntut ilmu dengan baik atau bahkan menanggung seluruh biaya
pendidikannya.
Kesebelas: Memang ada
penuntut ilmu itu yang betul super sibuk maka kewajiban menuntut ilmu bisa
gugur karena uzur akan tetapi hendaknya pokok agama harus dikuasainya dan
bekerjalah dengan serius bukan asal-asalan.
Wallahu A’lam
Penyusun : Deli Abdullah
Al-Bayangi
sumber ; dareliman.or.id
ConversionConversion EmoticonEmoticon